Life in 2017

Life in 2017 - Hallo Pengunjung DROIDBREAK, Anda membaca artikel dengan judul Life in 2017, artikel ini kami sediakan dengan baik untuk dibaca dan ambil informasi didalamnya. semoga isi postingan Artikel curhat, Artikel random thoughts, yang kami tulis ini dapat menambah ilmu anda. selamat membaca.

Judul : Life in 2017
link : Life in 2017

Baca juga


Life in 2017


2017 is almost over. Tiap udah pertengahan Desember begini, suka ngebatin, "Wah kok nggak kerasa ya" gitu nggak sih? Saya iya banget. #tanyakenapa


Tadinya di opening, saya mau describe hidup saya di 2017 dalam satu kata. Ternyata kok susah ya. Nggak nemu yang pas. Err. Jadi yaudah dijembreng aja lah. Bakal panjang ini naga-naganya.

Things come and go. People come and go. Rasanya itu ungkapan yang cukup tepat untuk menggambarkan 2017 saya, dan 2017nya orang-orang juga sih. Hahaha. Ungkapan yang general banget soalnya.

Btw, Windi juga ngerekap 2017. Ceritanya bisa dibaca di sini.

Tahun ini saya bersyukur banget pemerintah udah nyediain vaksin campak rubella gratis. Seneng juga bisa sedikit involved secara langsung dalam iklan layanan masyarakatnya. 


Tapi ternyata itu cukup menguras emosi, especially when dealing with those antivaksin yang ulala kadang nggak make sense. Itu bikin saya makin nyadar kalau capek hati itu ternyata bisa beneran badan ikut capek dan bahkan bisa jadi sakit. Beneran saya jadi kumat migrain kalau abis baca dan debat sama antivaks oh lord berikanku kesabaran biar nggak reaktif sama mereka tolong.

Bawaannya pengen sumpah serapah bener deh.


I feel like a real bad mom this year, tbh.. Karena saya sering nggak sabar ngadepin Ubii, sering ngeluhin Ubii ke Adit. Tantrum-tantrum Ubii yang saya nggak ngerti gimana dealingnya ternyata menguras. Kemarin itu, saya seringnya lihat ke atas. Ke temen-temen berkebutuhan khusus Ubii yang udah banyak progress nya. Lupa buat lihat ke bawah, bahwa masih banyak loh anak-anak lain yang juga masih struggle.

Baca: The Hardest Phase About Having Ubii So Far

Sempet jadi malu sekali karena rasanya saya jadi nggak bersyukur. Sesulit apa pun Ubii dihadapi di rumah, I actually have plenty reasons to be grateful when it comes to her medical needs. Ubii selalu bisa terapi rutin, ke dokter dan nebus obat bulanan rutin. Walau misal agak jauh juga nggak jadi soal karena ada driver. Di rumah pun ada Mbak Nur yang bantuin saya.

Di luar sana masih banyak yang belum bisa seperti itu karena keterbatasan akses dan biaya. Di rumah jagain sendiri mau anak spesialnya udah seberat apa pun karena nggak ada nanny. Belum yang di luar Jawa, biaya ada, tapi tenaga terapisnya yang minim. Kompleks sekali, dan seharusnya saya bisa lebih bersyukur.


Finally bisa mikir gitu setelah udah adem aja. Pas lagi capek-capeknya ya hanya bisa mengeluh, mau apa lagi.

Baca: Ibu Boleh Mengeluh Kok

Ini juga menyadarkan saya bahwa everything comes with a price. Kami bisa menikmati fasilitas kesehatan yang memadai. Vaksin anak-anak dan saya ditanggung asuransi, beli kacamata nggak perlu keluar duit, etc, tapi ya harus LDR sama Adit.

Dulu mikirnya gak pentinglah bisa kecover urusan kesehatannya, yang penting tinggal seatap sama Adit. Reality strikes ternyata gabisa begitu. Kebutuhan kesehatan Ubii banyak. Dan ternyata 2017 ini kepake banget asuransi kantor Adit di saya karena saya opname sekali, bolak-balik ngobatin eksema, tes alergi, butuh kacamata, etc.


All of which makes me realise that ya bener orang Jawa bilang wang sinawang itu. Orang lain liatnya mungkin enak, padahal belum tentu. Temen saya kalo tahu saya bisa pap smear, vaksin HPV, etc pakai asuransi pasti bilang saya beruntung banget. Padahal ada harga harus LDR yang kudu kami bayar.

Baca: Diari Papi Ubii #4 - The Motherf*cker Called Distance

Tahun ini cukup keras buat marriage saya. Kemarin itu pas Ubii lagi difficult karena tantrumnya (4 bulanan kalo nggak salah), saya dan Adit sering banget bertengkar. Kombinasi antara capek, sedih, dan bingung menghadapi Ubii, lalu kami lampiaskan ke satu sama lain. Sempet banget sampai berantem gede yang pakai, "Apa kita cerai aja?"

Berantem sama Adit sih sering. Tapi kalau sampai udah ada the divorce word, itu huge buat kami. Sedih banget kemarin itu bener-bener sedih. Udah lagi capek sama Ubii, eh sama Adit nya juga malah blangsak. Sempet yang ngerasa jadi orang termalang gitu lebay. Pengin minggat tapi urung daripada makin runyam. Pengin tekan tombol off nggak mau mikir apa-apa lagi.

Sedih karena kami bisa sampai kayak gitu padahal nggak ada masalah rumah tangga yang gimana-gimana. Nggak ada orang ketiga. Nggak ada kekosongan nafkah lahir batin. No. Sedih karena kok ya kami got worse malah karena capek menghadapi Ubii, yang padahal at the same time juga alasan kami menikah dan berjuang menyatukan perbedaan.


Sempet yang akhirnya jadi gak kontakan sama Adit sama sekali. Sama-sama masih marah dan empet. Segala sugesti positif jadi terasa bullshit doang, sampai akhirnya kami check in berdua. A little bit drunk dan janjian apapun unek-unek yang kami rasain selama ini, utarain aja. Gaboleh marah karena ya emang inilah the moment of truth. Finally it resolved well. Thanks to Baileys!

Tuhan Maha Membolak-Balik hati manusia itu saya juga rasain banget tahun ini. Dulu, saat Ubii belum pernah setantrum ini, saya ngerasa Aiden's presence is a blessing in disguise. Betapa saya jadi terhibur oleh polah Aiden sehingga kelelahan ngurus Ubii jadi nggak begitu kerasa.

Baca: Aiden's Story 1-7

And then after Ubii had her countless tantrums for 4 months, saya sempet ngerasa sebaliknya. That Aiden's presence is like a disaster in disguise. Iya sih lucu, menghibur, dan dia bikin saya ngakak melulu. Tapi saya jadi lebih tidak sabar saat dealing with Ubii, karena sudah ada 'pembanding' nya. 


Shitty juga di masalah uang. Sempet saya happy banget karena bisa nabung. Lalu 4 bulan stress ngadepin Ubii tantrum itu, saya jadi boros banget. Nyalon lah, pijet lah, makan di luar lah, etc saya cari pelampiasan dan habisin banyak uang. Lalu kini saya ngerasa miskin kesel.

Circle pertemanan saya juga cukup berubah. Ada teman yang pergi, udah nggak sedeket dulu. Ada yang datang. Ada pula yang lama dan masih bertahan. Lama-lama kami sama-sama setuju bahwa yang namanya sahabat itu bukan yang wajib say hi tiap hari, gosipan bareng tiap hari, because come on, waktu dan prioritas udah makin beda. Lama-lama kami menyadari bahwa ya nggak bisa kayak dulu dichat bisa cepet bales lalu ngambek kalau dibales lamaan, karena ya ada hal lain yang mungkin lebih penting didahulukan.

Baca: Friendship Doesn't Always Last

Seorang sahabat saya akhirnya bilang, "Ges, nggak usah terlalu dipikirin kalau ada temen yang pergi. At the end sahabat kita itu ya diri kita sendiri." I guess I understand her point very well.

Untuk personal achievement related to blogging in 2017, I'm pretty satisfied. Tahun ini pageviews blog Diari Mami Ubii per bulan naik banget ketimbang 2016. Jumlah postingan juga lebih banyak ketimbang tahun lalu. 2016 cuman 154 blogpost, tahun ini ada 179.

Baca: Produktifnya Orang

Ada beberapa pembaca baru yang langganan komen atau nge-DM, that makes me happy. Kadang DM nya berkelanjutan jadi ngobrol. Makaci yaaaaa yang udah suka mampir ke blog akikuk mwah mwah!




Actually, saya ngerasa punya circle pembaca baru. Soalnya gini, tahun Desember 2016 itu, saya bikin postingan tentang resolusi 2017 saya mau jadi Gesi yang lebih jujur. Intinya, saya akan memperbanyak menunjukkan diri saya sebagai Gesi yang cuwawakan gajelas begini, ketimbang melulu sebagai Grace Melia yang founder komunitas rubella.


Believe it or not, setelah itu (and maybe setelah gaya nulis saya jadi rada beda, lebih berani nulis tentang certain topic) 2-3 bulanan pageviews blog anjlok. Seolah pembaca yang dulu-dulu lebih suka Gesi yang image nya Grace Melia si founder komunitas yang santun dan lurus. Tapi kan ya bomat. Saya tetep ngeblog-ngeblog aja. Ternyata lama-lama pageviews oke lagi, bahkan higher than last year.

Setelah itu saya ngerasa lebih plong loh. Dulu tuh saya jarang kayaknya upload foto keliatan tato. Nggak seterbuka ini bahas saya dan Adit beda agama. Dan hati-hati banget nyinggung asal muasal saya hamil Ubii. Eventually lelah. I didn't feel comfortable that way. Saya masih seneng pakai celana pendek dan baju kutungan. And I don't think my preggo story with Ubii is something I should be hiding like itu adalah aib. Nggak. Karena saya bangga saya pilih mempertahankan dia even when I was still single that time. Being able to talk about it ternyata bikin saya lebih bahagia.

2017 nggak melulu shitty. Banyak hal yang menyenangkan juga. Bisa ketemu Sheryl Sandberg COO nya Facebook di Singapore, liburan singkat sama Icha dan Windi di Singapore, bisa mulai baca buku lagi, dan bisa garap buku duet sama Icha walau belum kelar tapi udah hepi aja bawaannya.

Baca: Story From Singapore

Tahun 2017 juga tahun di mana saya lebih ngerasa ada beban dari Rumah Ramah Rubella karena ada beberapa project yang terbengkalai nggak jalan terkendala tenaga dan biaya. Cari team yang mau capek voluntarily diajak mikir dan sevisi itu ternyata sulit.

But we've come up with some ideas for next year sih, so yah cukup lega, semoga jalan.

Setelah nulis ini, kalau diminta menggambarkan 2017 in one word, kayaknya saya udah bisa nih.

Exhausting.


Hahahaha, apakah terlalu negatif? Itu sih yang saya rasain hahahaha especially di pertengahan tahun sampai akhir. Soalnya mulai Juli itu udah start campaign imunisasi MR, terus sambung menyambung sama project buku, project sama Facebook, tantrumnya Ubii yang berbulan-bulan, dan blangsak sama Adit.

Tahun depan masih ada kampanye imunisasi MR tahap II. Agenda sama Facebook juga belum kelar. Februari masih mau bikin short film gitu sama mereka dan temen-temen Rumah Ramah Rubella. Jadi kayaknya tahun depan saya nggak pengin bikin personal project yang lain-lain lagi deh. Kelarin agenda Facebook dan buku dulu aja. Rehat nggak mau mikir, terus kampanye imunisasi MR.

Baca: Feeling Small Sucks

Tahun ini sempet mikir yang, "Ah mumpung kan. Mumpung masih muda, harus ingin mencapai dan mengerjakan banyak hal!" Wow ternyata capek. Capek ngatur prioritas, capek mengatur sabar, capek badan sampai sakit.

2017 resolusi saya adalah lebih jujur sama diri sendiri, kayaknya itu tercapai. 2018, resolusinya, mau lebih realistis dalam menyusun mimpi! Dan mau lebih telaten lagi ngelatih Ubii, karena kemarin semangat saya bener-bener drop saat Ubii suka tantrum.

Btw selamat Natal ya bagi yang merayakan, dan selamat liburan untuk semuanya. Sehat-sehat yah!



Love,





Share this

Related Posts

Previous
Next Post »